Advertisement
Langgam Pos - Dalam dinamika politik yang penuh intrik dan kejutan, nama Anies Baswedan kembali menjadi sorotan. Kali ini, mantan Co-Captain Tim Pemenangan Anies, Tom Lembong, membagikan sebuah unggahan yang menarik perhatian publik melalui akun Instagram pribadinya.
Pada unggahan tersebut, Lembong memposting foto Anies yang duduk tenang dengan latar belakang sederhana, seolah menggambarkan sosok yang sedang merenung di tengah badai politik. Namun, yang menjadi perhatian utama adalah caption yang menyertai foto itu.
"Pada mulanya banyak perahu memintanya untuk berlayar bersama. Pada akhirnya semua perahu meninggalkannya. la berduka? Tidak, ia tersenyum," tulis Lembong. Kalimat ini seolah menyiratkan gambaran perjalanan politik Anies yang penuh liku-liku, di mana dukungan yang awalnya melimpah, kini berbalik meninggalkannya.
Unggahan tersebut tidak berhenti di situ. Lembong melanjutkan dengan kalimat yang lebih dalam, "Ia larut dalam mimpi kalut? Tidak, lebih baik tak jadi berlayar daripada menumpang perahu bajak laut." Sebuah ungkapan yang kuat, seolah menegaskan bahwa Anies lebih memilih untuk menolak berkompromi dengan prinsipnya, daripada harus mengikuti arus politik yang tidak sesuai dengan nilai-nilainya.
Meskipun demikian, Lembong tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai maksud dari tulisan tersebut. Spekulasi pun muncul, terutama mengingat situasi politik Anies yang baru-baru ini mengalami kemunduran signifikan.
Patah Arang atau Strategi Baru?
Kabar tentang Anies yang gagal mendapatkan dukungan dari partai-partai besar, seperti Partai NasDem dan PDI Perjuangan, menimbulkan banyak pertanyaan. Setelah sempat diproyeksikan untuk maju dalam Pilkada Jakarta 2024, kenyataan pahit harus dihadapi Anies saat partai-partai tersebut memilih jalan lain.
Partai NasDem, yang sebelumnya menjadi pengusung utama Anies dalam Pilpres 2024, memutuskan untuk berkoalisi dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono. Sementara itu, PDIP yang sempat diisukan akan mendukung Anies, justru mendaftarkan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Meski demikian, Anies masih mencoba mencari celah dalam politik Jakarta, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan partai politik untuk mengusung calon kepala daerah tanpa harus memerhatikan jumlah kursi di DPRD.
Harapan yang Tertunda
Harapan Anies untuk kembali bertarung di Jakarta sepertinya harus ditunda. Meskipun sempat diundang oleh DPD PDIP Jakarta dan mengadakan pertemuan dengan Rano Karno, kenyataannya keputusan akhir dari Megawati Soekarnoputri tidak berpihak padanya.
Di sisi lain, tawaran untuk maju di Pilkada Jawa Barat juga telah ditolak oleh Anies. Menurut juru bicara Anies, Sahrin Hamid, keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk aspirasi warga dan partai di tingkat daerah.
Dengan langkah-langkah politik yang penuh perhitungan, Anies tampaknya memilih untuk menunggu saat yang tepat, sambil tetap teguh pada prinsip yang ia yakini. Seperti yang diungkapkan Lembong, lebih baik menunda pelayaran daripada harus berkompromi dengan perahu yang salah.
Namun, apakah ini akan menjadi akhir dari perjalanan politik Anies, atau justru awal dari babak baru yang lebih besar? Hanya waktu yang akan menjawab.
"Pada mulanya banyak perahu memintanya untuk berlayar bersama. Pada akhirnya semua perahu meninggalkannya. la berduka? Tidak, ia tersenyum," tulis Lembong. Kalimat ini seolah menyiratkan gambaran perjalanan politik Anies yang penuh liku-liku, di mana dukungan yang awalnya melimpah, kini berbalik meninggalkannya.
Unggahan tersebut tidak berhenti di situ. Lembong melanjutkan dengan kalimat yang lebih dalam, "Ia larut dalam mimpi kalut? Tidak, lebih baik tak jadi berlayar daripada menumpang perahu bajak laut." Sebuah ungkapan yang kuat, seolah menegaskan bahwa Anies lebih memilih untuk menolak berkompromi dengan prinsipnya, daripada harus mengikuti arus politik yang tidak sesuai dengan nilai-nilainya.
Meskipun demikian, Lembong tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai maksud dari tulisan tersebut. Spekulasi pun muncul, terutama mengingat situasi politik Anies yang baru-baru ini mengalami kemunduran signifikan.
Patah Arang atau Strategi Baru?
Kabar tentang Anies yang gagal mendapatkan dukungan dari partai-partai besar, seperti Partai NasDem dan PDI Perjuangan, menimbulkan banyak pertanyaan. Setelah sempat diproyeksikan untuk maju dalam Pilkada Jakarta 2024, kenyataan pahit harus dihadapi Anies saat partai-partai tersebut memilih jalan lain.
Partai NasDem, yang sebelumnya menjadi pengusung utama Anies dalam Pilpres 2024, memutuskan untuk berkoalisi dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono. Sementara itu, PDIP yang sempat diisukan akan mendukung Anies, justru mendaftarkan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Meski demikian, Anies masih mencoba mencari celah dalam politik Jakarta, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan partai politik untuk mengusung calon kepala daerah tanpa harus memerhatikan jumlah kursi di DPRD.
Harapan yang Tertunda
Harapan Anies untuk kembali bertarung di Jakarta sepertinya harus ditunda. Meskipun sempat diundang oleh DPD PDIP Jakarta dan mengadakan pertemuan dengan Rano Karno, kenyataannya keputusan akhir dari Megawati Soekarnoputri tidak berpihak padanya.
Di sisi lain, tawaran untuk maju di Pilkada Jawa Barat juga telah ditolak oleh Anies. Menurut juru bicara Anies, Sahrin Hamid, keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk aspirasi warga dan partai di tingkat daerah.
Dengan langkah-langkah politik yang penuh perhitungan, Anies tampaknya memilih untuk menunggu saat yang tepat, sambil tetap teguh pada prinsip yang ia yakini. Seperti yang diungkapkan Lembong, lebih baik menunda pelayaran daripada harus berkompromi dengan perahu yang salah.
Namun, apakah ini akan menjadi akhir dari perjalanan politik Anies, atau justru awal dari babak baru yang lebih besar? Hanya waktu yang akan menjawab.
(*)