Iklan

Thursday, August 8, 2024, August 08, 2024 WIB
Culture

Tradisi Ganjuran: Kisah Unik Perempuan Melamar Pria di Lamongan

Baca Juga
Advertisement
Tradisi Ganjuran: Kisah Unik Perempuan Melamar Pria di Lamongan



Langgam Pos - Culture - Di Lamongan, terdapat tradisi unik yang dikenal sebagai Ganjuran, di mana perempuan melamar pria. Bagaimana tradisi ini bisa ada? Inilah kisah di baliknya.

Menurut Muhammad Navis Abdurrouf, seorang pemerhati sejarah Lamongan, tradisi Ganjuran berawal dari anak-anak kembar Bupati Lamongan ke-III, Panji Puspokusumo, yang memerintah pada tahun 1640-1665. Anak-anaknya, Panji Laras dan Panji Liris, dikenal karena hobi mereka dalam sabung ayam.

Suatu hari, Panji Laras dan Panji Liris mengadakan sabung ayam di Wirosobo (sekarang bagian dari Kediri), yang ramai dengan penonton. Di dekat lokasi sabung ayam, terdapat sebuah rumah tempat dua putri kembar, Andansari dan Andanwangi, sedang dipingit oleh orang tua mereka, Bupati Wirosobo. Kedua putri ini hanya dapat mengintip dari sela-sela dinding kamar.

Melihat ketampanan Panji Laras dan Panji Liris melalui celah dinding, Andansari dan Andanwangi jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka merasa sangat kagum dan bahkan jatuh sakit karena melihat ketampanan kedua pemuda tersebut. Bupati Wirosobo, yang bingung melihat putrinya mendadak sakit, kemudian menyadari bahwa penyebabnya adalah kekaguman mereka pada ketampanan Panji Laras dan Panji Liris. Akibatnya, Bupati Wirosobo mengirim utusan untuk melamar kedua pemuda itu agar menikahi putrinya.

Namun, Panji Puspokusumo, bupati Lamongan saat itu, tidak langsung menerima lamaran tersebut. Ia meminta pendapat dari anak-anaknya, dan ternyata Panji Laras dan Panji Liris menolak karena ingin tetap membujang. Untuk menghindari konflik, Panji Puspokusumo memberikan syarat yang sangat berat: Andanwangi dan Andansari harus membawa dua gentong dan dua kipas batu dari Wirosobo ke Lamongan, melewati Kali Lamong.

Andanwangi dan Andansari berhasil memenuhi syarat tersebut, namun saat mereka hendak menyeberangi Kali Lamong, Panji Laras dan Panji Liris terkesima oleh kecantikan kedua putri tersebut. Namun, ketika kain penutup Andanwangi dan Andansari tersingkap dan terlihat bulu di kakinya, Panji Laras dan Panji Liris justru melarikan diri dengan kuda. Kecewa dengan kejadian itu, Andanwangi dan Andansari melaporkan kepada ayahnya yang kemudian memicu terjadinya peperangan.

Kisah rakyat ini menunjukkan nilai kebangsawanan di masa lalu di Lamongan, di mana pria dianggap lebih tinggi derajatnya dibandingkan wanita, sehingga dalam tradisi ini, perempuanlah yang melamar pria.

Menurut Navis, kisah ini juga diperkuat oleh keberadaan gentong dan kipas batu yang memiliki makna filosofis mendalam. Gentong melambangkan tempat pensucian diri, sementara kipas batu adalah artefak prasasti yang memiliki nilai sejarah. Selain itu, makam Panji Laras dan Panji Liris dapat ditemukan di Tumenggungan, dan makam Andanwangi serta Andansari berada di Bandung, Lamongan.

Tradisi Ganjuran masih dipertahankan di beberapa wilayah di Lamongan, termasuk di Tunggunjagir, Kecamatan Mantup, dan Desa Wajik, serta di Paciran.



(*)
close