Advertisement
Langgampos.com - Sastra merupakan bagian integral dari kebudayaan manusia yang memiliki definisi luas dan terus berkembang. Tidak ada satu definisi yang disepakati oleh para ahli, karena sastra mencakup aspek ekspresi jiwa manusia yang terus mengalami perubahan seiring evolusi selera dan pandangan hidup. Dalam pengertian yang luas, sastra tidak hanya dilihat sebagai karya tulisan semata, melainkan juga sebagai wujud pengalaman, emosi, dan pikiran yang dituangkan melalui bahasa sebagai medianya.
Perkembangan Makna Sastra dari Masa ke Masa
Menurut kitab Al-Mufîd fil-Adab Al-Arabî karya Josef Al-Hasyimî dan lainnya, istilah “adab,” yang kemudian dikenal sebagai sastra, mengalami perubahan makna dari waktu ke waktu. Pada awalnya, sekitar abad ke-6, adab memiliki makna yang berkaitan dengan “akhlak” atau “budi pekerti.” Hal ini mengacu pada ajaran agama yang mengaitkan adab dengan moralitas dan etika dalam kehidupan sosial.
Perubahan makna adab semakin terlihat pada masa Bani Umayyah, ketika istilah ini berkembang menjadi at-tatsqîf (pendidikan) dan at-tahdzîb (kebudayaan). Pada masa ini, sastra menjadi simbol pendidikan dan budaya yang hanya dinikmati oleh kalangan terdidik, seperti anak-anak para pemimpin dan bangsawan. Pendidikan adab pada masa itu diharapkan membentuk pribadi yang berakhlak mulia, sehingga mereka mendapatkan penghormatan dari masyarakat.
Pada masa Bani Abbasiyah, konsep adab diperluas lagi menjadi dua kategori utama: adab nafsî (berkaitan dengan akhlak dan rasa) dan adab darsi (berkaitan dengan ilmu-ilmu seperti morfologi, sintaksis, stilistika, puisi, prosa, dan retorika). Di sini, adab mulai mencakup aspek keilmuan yang lebih terstruktur dan berkembang menjadi simbol pendidikan yang membentuk masyarakat berbudaya.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa adab adalah ilmu yang mencakup berbagai tema. Dengan demikian, tidak ada batasan pasti tentang makna sastra. Hingga saat ini, sastra tetap merupakan ekspresi seni tentang pengalaman manusia yang disampaikan melalui media bahasa yang indah.
Definisi Sastra Kontemporer
Pada masa kini, sastra dipahami sebagai karya yang mengungkapkan kehidupan dan pengalaman manusia dalam bentuk seni bahasa. Josef Al-Hakim dan rekan-rekannya menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan indah yang menggambarkan realitas yang dihadapi manusia. Meskipun sastra sering dianggap sebagai karya imajinatif, banyak karya sastra yang sebenarnya didasari pada pengalaman nyata, seperti khutbah John Donne atau falsafah Descartes dan Pascal di Prancis abad ke-17.
Di Barat, definisi sastra mulai muncul secara formal pada abad ke-19, khususnya pada masa Romantisisme. Pada era ini, sastra dianggap sebagai karya yang lebih imajinatif dan kreatif. Dengan demikian, karya sastra dinilai bukan hanya dari segi fakta atau imajinatifnya, tetapi dari aspek bahasa dan estetikanya.
Ciri-Ciri dan Fungsi Bahasa Sastra
Bahasa sastra memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bahasa sehari-hari maupun bahasa ilmiah. Beberapa ciri bahasa sastra meliputi:
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa adab adalah ilmu yang mencakup berbagai tema. Dengan demikian, tidak ada batasan pasti tentang makna sastra. Hingga saat ini, sastra tetap merupakan ekspresi seni tentang pengalaman manusia yang disampaikan melalui media bahasa yang indah.
Definisi Sastra Kontemporer
Pada masa kini, sastra dipahami sebagai karya yang mengungkapkan kehidupan dan pengalaman manusia dalam bentuk seni bahasa. Josef Al-Hakim dan rekan-rekannya menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan indah yang menggambarkan realitas yang dihadapi manusia. Meskipun sastra sering dianggap sebagai karya imajinatif, banyak karya sastra yang sebenarnya didasari pada pengalaman nyata, seperti khutbah John Donne atau falsafah Descartes dan Pascal di Prancis abad ke-17.
Di Barat, definisi sastra mulai muncul secara formal pada abad ke-19, khususnya pada masa Romantisisme. Pada era ini, sastra dianggap sebagai karya yang lebih imajinatif dan kreatif. Dengan demikian, karya sastra dinilai bukan hanya dari segi fakta atau imajinatifnya, tetapi dari aspek bahasa dan estetikanya.
Ciri-Ciri dan Fungsi Bahasa Sastra
Bahasa sastra memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bahasa sehari-hari maupun bahasa ilmiah. Beberapa ciri bahasa sastra meliputi:
- Ambiguitas - mengandung banyak makna dan sering menggunakan homonim atau ungkapan yang memiliki lebih dari satu arti.
- Asosiasi - mengacu pada karya atau ungkapan sebelumnya yang telah diakui dalam dunia sastra.
- Ekspresif dan pragmatis - berupaya mempengaruhi pembaca, serta menyampaikan pesan atau emosi tertentu.
- Sifat simbolik - bahasa sastra cenderung menggunakan tanda dan simbol untuk memperkaya makna.
Menurut Jakop Sumarjo, bahasa dalam sastra memiliki nilai seni yang tinggi karena tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi tetapi juga mengekspresikan pikiran dan emosi penulis. Bahasa sastra berbeda dari bahasa sehari-hari karena sastra memadatkan makna dan mengembangkan unsur estetika dalam bahasa.
Para ahli formalis seperti Riffaterre memandang bahasa sastra sebagai penyimpangan dari bahasa umum. Penyimpangan ini terjadi melalui:
Para ahli formalis seperti Riffaterre memandang bahasa sastra sebagai penyimpangan dari bahasa umum. Penyimpangan ini terjadi melalui:
- Displacing of meaning - misalnya penggunaan metafora.
- Creating of meaning - melibatkan penggunaan enjambemen, pola persajakan, dan tipografi.
- Distorting of meaning - menciptakan ambiguitas dan kontradiksi dalam makna.
Fungsi Sastra Menurut Para Ahli
Sastra tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tetapi juga memiliki fungsi yang mendalam bagi pembaca dan penulisnya. Horace, seorang penyair Romawi, menyebut fungsi sastra sebagai *dulce et utile* atau “menyenangkan dan berguna.” Fungsi ini berarti bahwa sastra memberikan kesenangan sekaligus membawa manfaat bagi pembacanya melalui pengalaman jiwa yang tinggi.
Menurut Aristoteles, fungsi sastra adalah sebagai *katarsis*, yaitu proses pembebasan emosi yang memberikan ketenangan batin bagi pembaca maupun penulisnya. Hal ini menjadikan sastra sebagai alat penyucian jiwa yang dapat menghilangkan tekanan emosional.
Jakob Sumarjo menguraikan beberapa fungsi utama sastra, di antaranya:
- Memberikan kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran hidup.
- Memberikan kegembiraan dan kepuasan batin.
- Mengajak pembaca memahami kehidupan secara mendalam.
- Membentuk individu yang responsif terhadap nilai-nilai luhur.
- Menyampaikan nilai-nilai yang abadi dan lintas batas kebangsaan.
- Memenuhi kebutuhan spiritual dengan keindahan dan nilai seni.
Unsur-Unsur Sastra
Josef Al-Hasyimi dan rekan-rekan mengemukakan bahwa sastra terdiri dari empat unsur utama:
- Unsur Akal Pikiran: Pikiran mendalam tentang fenomena hidup, menunjukkan bahwa sastra adalah hasil refleksi yang jernih dan cerdas.
- Unsur Emotif: Berkaitan dengan perasaan yang tulus dari penulis yang berusaha mempengaruhi emosi pembaca.
- Unsur Khayal (Imajinasi): Imajinasi kreatif yang memperkaya pengalaman pembaca dalam menikmati karya sastra.
- Unsur Seni: Tampak dalam gaya, struktur, dan bahasa yang menampilkan keindahan dalam bentuk dan isi.
Selain unsur-unsur tersebut, karya sastra juga harus memiliki kualitas tertentu, seperti keutuhan, keseimbangan, dan padatnya makna. Karya sastra yang baik juga mencerminkan kehidupan, memiliki nilai inovasi, dan menunjukkan kejujuran ekspresi.
Sastra adalah bentuk seni yang dinamis dan ekspresif yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Dengan bahasa sebagai medianya, sastra tidak hanya mencerminkan pemikiran dan emosi pengarang, tetapi juga memiliki fungsi penting dalam memberikan kesadaran, kebahagiaan, dan wawasan bagi pembaca. Di dalamnya terkandung makna yang dalam dan abadi, yang menjadikan sastra sebagai cermin nilai budaya dan spiritual yang dapat dinikmati oleh setiap generasi.
(*)