Advertisement
Langgampos.com - Karya sastra adalah representasi hati manusia yang mengungkapkan eksistensi dan memberikan makna terhadap realitas sepanjang zaman. Para ahli mendefinisikan sastra sebagai *seni bahasa*, yang memanfaatkan keindahan bahasa untuk menyampaikan pengalaman emosional dan intelektual yang mendalam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sastra diartikan sebagai karya tulis yang memiliki keunggulan dalam keaslian, keindahan, dan keartistikan. Bentuknya dapat berupa roman, cerpen, puisi, drama, epik, maupun lirik.
Keunikan sastra terletak pada bahasa yang digunakan, sering kali penuh dengan makna konotatif yang menghadirkan nuansa dan rasa. Berbeda dengan tulisan non-sastra seperti artikel media massa yang bersifat denotatif dan menekankan fakta, data, dan bukti. Sastra tidak bertujuan memberikan informasi teknis, melainkan menghadirkan pemahaman tentang kehidupan melalui imajinasi, simbolisme, dan ekspresi perasaan.
Transformasi Sastra di Setiap Zaman
Sastra bukanlah sesuatu yang statis. Ia berubah mengikuti perkembangan masyarakat dan budaya. Setiap era membawa inovasi yang merombak konvensi sastra sebelumnya. Genre dalam sastra seperti prosa, puisi, dan drama pun berkembang menjadi sub-genre yang beragam, mencerminkan tema dan isu yang relevan pada zamannya.
Ignas Kleden dalam bukunya *Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan* (2004) mengemukakan bahwa kegelisahan adalah akar dari lahirnya sastra. Kegelisahan ini meliputi tiga dimensi:
1. Kegelisahan Politik – hubungan antara manusia dan struktur sosial.
2. Kegelisahan Metafisik – hubungan manusia dengan alam semesta.
3. Kegelisahan Eksistensial – pergulatan individu dengan dirinya sendiri.
Kuntowijoyo menambahkan dimensi kegelisahan transendental, yaitu hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Sastra jenis ini menonjolkan nilai kemanusiaan dan makna yang mendalam, menciptakan bentuk karya yang dikenal sebagai sastra transendental.
Non-Sastra: Dunia Fakta dan Realitas
Berbeda dengan sastra, karya non-sastra menitikberatkan pada penyampaian informasi secara objektif, logis, dan berbasis fakta. Artikel, laporan berita, dan tulisan opini di media massa adalah contoh karya non-sastra. Bahasa yang digunakan cenderung lugas dan teknis, menghindari interpretasi emosional yang mendalam.
Non-sastra bertujuan memberikan pemahaman praktis kepada pembacanya, berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi yang dapat diverifikasi. Meskipun berbeda dari sastra, karya non-sastra tetap memiliki peran penting dalam mencerminkan dinamika masyarakat melalui data dan analisisnya.
Fungsi Ganda Sastra
Horatius, seorang pemikir Romawi, memperkenalkan istilah *dulce et utile* yang berarti "manis dan berguna" untuk menggambarkan fungsi sastra. Sastra menghibur dengan keindahannya sekaligus memberikan makna terhadap kehidupan. Fungsi ini mencakup hiburan, kritik sosial, dan medium katarsis bagi pembaca maupun penulis.
Bagi kaum Romantik, sastra, khususnya puisi, adalah luapan perasaan spontan yang menggugah nilai-nilai kemanusiaan. Dalam buku *Sastra Pencerahan* (2005), Abdul Wachid B.S. bahkan menganggap sastra sebagai media perlawanan terhadap ketidakadilan sosial dan slogan-slogan kosong.
Sastra dan Non-Sastra dalam Kehidupan
Sastra dan non-sastra memiliki peran masing-masing dalam mencerminkan kehidupan manusia. Sastra hadir sebagai cerminan kegelisahan yang mendalam, menawarkan ruang refleksi melalui bahasa yang indah dan simbolik. Sementara itu, non-sastra menjadi penghubung kita dengan dunia realitas yang faktual dan terukur. Keduanya saling melengkapi dalam memahami kompleksitas kehidupan manusia.
(*)