langgampos.com - Jakarta – Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan di tengah sinyal dari Federal Reserve atau The Fed yang tampaknya masih menahan diri untuk memangkas suku bunga.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi menyebutkan bahwa pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan rupiah dalam beberapa hari terakhir.
“Powell semakin meredam ekspektasi pasar terkait kemungkinan penurunan suku bunga. Dalam pernyataannya di hadapan Komite Perbankan Senat pada Selasa (11/2), Powell menegaskan bahwa The Fed tidak terburu-buru memangkas suku bunga, meskipun sudah dilakukan pemangkasan sebesar 1 persen sepanjang 2024. Ia juga menyoroti kondisi ekonomi yang masih tetap kuat,” ujar Ibrahim dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, investor masih mencermati kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi, yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Langkah tersebut dinilai berpotensi mendorong inflasi sekaligus menekan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan mendatang. Menurut Ibrahim, Trump telah memberi isyarat akan menerapkan lebih banyak tarif perdagangan.
Kebijakan tarif ini turut menjadi perhatian pasar global, karena dapat berimbas pada dinamika perdagangan internasional dan mempengaruhi nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah.
Kebijakan proteksionisme yang diusung Trump berisiko memicu retaliasi dari negara mitra dagang, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi AS dan mempengaruhi kebijakan moneter The Fed ke depannya.
Senada dengan Ibrahim, analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa pernyataan Powell memberikan efek positif bagi rupiah.
“Rupiah menguat setelah pidato Powell yang meskipun tetap hawkish, namun tidak memberikan kejutan baru serta tidak mengubah ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed,” kata Lukman.
Ia menambahkan, The Fed diperkirakan masih akan menurunkan suku bunga sekitar 35 basis poin (bps) hingga akhir tahun.
Powell dalam pernyataannya hanya mengulangi pandangan sebelumnya mengenai kebijakan tarif AS, stabilitas ekonomi, dan kondisi tenaga kerja yang masih solid.
Meski demikian, penguatan rupiah akibat pernyataan Powell dinilai tidak akan signifikan. Kebijakan tarif yang diterapkan Trump, khususnya sebesar 25 persen terhadap baja dan aluminium, dapat menimbulkan ketidakpastian lebih lanjut dan meningkatkan risiko retaliasi perdagangan global.
Pada penutupan perdagangan Rabu di Jakarta, nilai tukar rupiah tercatat menguat 8 poin atau 0,05 persen ke level Rp16.376 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.384 per dolar AS.
Sementara itu, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan, naik ke Rp16.364 per dolar AS dibandingkan sehari sebelumnya di level Rp16.380 per dolar AS.
Pergerakan rupiah yang berada dalam tren positif ini menunjukkan sentimen pasar masih cukup optimistis meskipun terdapat tekanan eksternal dari kebijakan moneter AS serta kebijakan perdagangan yang lebih ketat dari pemerintahan Trump.
Pelaku pasar kini masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait arah kebijakan The Fed dan dinamika perdagangan global yang bisa mempengaruhi stabilitas rupiah dalam waktu dekat.
Kebijakan tarif ini turut menjadi perhatian pasar global, karena dapat berimbas pada dinamika perdagangan internasional dan mempengaruhi nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah.
Kebijakan proteksionisme yang diusung Trump berisiko memicu retaliasi dari negara mitra dagang, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi AS dan mempengaruhi kebijakan moneter The Fed ke depannya.
Senada dengan Ibrahim, analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa pernyataan Powell memberikan efek positif bagi rupiah.
“Rupiah menguat setelah pidato Powell yang meskipun tetap hawkish, namun tidak memberikan kejutan baru serta tidak mengubah ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed,” kata Lukman.
Ia menambahkan, The Fed diperkirakan masih akan menurunkan suku bunga sekitar 35 basis poin (bps) hingga akhir tahun.
Powell dalam pernyataannya hanya mengulangi pandangan sebelumnya mengenai kebijakan tarif AS, stabilitas ekonomi, dan kondisi tenaga kerja yang masih solid.
Meski demikian, penguatan rupiah akibat pernyataan Powell dinilai tidak akan signifikan. Kebijakan tarif yang diterapkan Trump, khususnya sebesar 25 persen terhadap baja dan aluminium, dapat menimbulkan ketidakpastian lebih lanjut dan meningkatkan risiko retaliasi perdagangan global.
Pada penutupan perdagangan Rabu di Jakarta, nilai tukar rupiah tercatat menguat 8 poin atau 0,05 persen ke level Rp16.376 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.384 per dolar AS.
Sementara itu, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan, naik ke Rp16.364 per dolar AS dibandingkan sehari sebelumnya di level Rp16.380 per dolar AS.
Pergerakan rupiah yang berada dalam tren positif ini menunjukkan sentimen pasar masih cukup optimistis meskipun terdapat tekanan eksternal dari kebijakan moneter AS serta kebijakan perdagangan yang lebih ketat dari pemerintahan Trump.
Pelaku pasar kini masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait arah kebijakan The Fed dan dinamika perdagangan global yang bisa mempengaruhi stabilitas rupiah dalam waktu dekat.
(*)