langgampos.com - Setiap Muslim diwajibkan berpuasa di bulan Ramadan sebagai salah satu rukun Islam. Bahkan, banyak yang juga terbiasa melaksanakan puasa sunah di luar bulan Ramadan.
Namun, pertanyaannya, apakah puasa yang kita jalani sudah benar dan sesuai dengan hakikatnya?
Jangan sampai ibadah puasa kita hanya sekadar menahan lapar dan haus tanpa mendapatkan makna yang lebih dalam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
"Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi hanya mendapat rasa lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang Qiyamullail, tetapi hanya mendapatkan (rasa lelah) begadang." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimy)
Hadis ini memberikan peringatan penting bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri, melainkan memiliki tujuan lebih besar dalam membentuk ketakwaan seseorang.
Makna Puasa dalam Syariat
Dalam bahasa Arab, puasa disebut shaum atau shiyam, yang berarti "al-Imsak" atau menahan diri. Secara syariat, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan hubungan suami istri, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ibadah puasa merupakan bentuk ketaatan yang unik. Jika ibadah seperti salat, zakat, dan haji melibatkan tindakan tertentu yang dapat dilihat orang lain, puasa justru dilakukan dengan meninggalkan sesuatu.
"Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi hanya mendapat rasa lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang Qiyamullail, tetapi hanya mendapatkan (rasa lelah) begadang." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimy)
Hadis ini memberikan peringatan penting bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri, melainkan memiliki tujuan lebih besar dalam membentuk ketakwaan seseorang.
Makna Puasa dalam Syariat
Dalam bahasa Arab, puasa disebut shaum atau shiyam, yang berarti "al-Imsak" atau menahan diri. Secara syariat, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan hubungan suami istri, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ibadah puasa merupakan bentuk ketaatan yang unik. Jika ibadah seperti salat, zakat, dan haji melibatkan tindakan tertentu yang dapat dilihat orang lain, puasa justru dilakukan dengan meninggalkan sesuatu.
Tak ada yang tahu seseorang sedang berpuasa kecuali dirinya sendiri dan Allah. Oleh karena itu, puasa menjadi ibadah yang istimewa dan memiliki keutamaan yang tinggi di sisi Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadis Qudsi:
"Setiap amalan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya. Sungguh, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi." (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seseorang yang berpuasa meninggalkan makanannya, syahwatnya, dan keinginannya hanya karena Allah.
"Setiap amalan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya. Sungguh, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi." (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seseorang yang berpuasa meninggalkan makanannya, syahwatnya, dan keinginannya hanya karena Allah.
Balasan khusus dari Allah ini menunjukkan betapa besarnya pahala bagi orang yang berpuasa dengan benar.
Puasa sebagai Latihan Kesabaran
Menurut Imam Al-Ghazali, puasa memiliki nilai yang luar biasa karena membutuhkan kesabaran dalam berbagai aspek.
Puasa sebagai Latihan Kesabaran
Menurut Imam Al-Ghazali, puasa memiliki nilai yang luar biasa karena membutuhkan kesabaran dalam berbagai aspek.
Orang yang berpuasa harus menahan lapar dan haus, menahan gejolak syahwat, serta menghindari perbuatan maksiat. Semua ini menuntut kesabaran yang tinggi, yang dijanjikan Allah dengan pahala tanpa batas:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan." (QS. Az-Zumar [39]: 10)
Puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari yang halal, tetapi juga dari segala bentuk dosa dan keburukan. J
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan." (QS. Az-Zumar [39]: 10)
Puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari yang halal, tetapi juga dari segala bentuk dosa dan keburukan. J
ika seseorang masih melakukan kebohongan, gibah (menggunjing), atau perbuatan maksiat lainnya saat berpuasa, maka puasanya menjadi sia-sia. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan yang buruk dan perbuatan yang keji, maka Allah tidak membutuhkan (puasa) darinya meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa hakikat puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk perilaku buruk yang dapat merusak nilai ibadah tersebut.
Meningkatkan Kualitas Puasa
Agar puasa kita benar-benar bernilai ibadah dan diterima oleh Allah, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:
1. Menjaga Niat
Niat harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, bukan karena alasan lain seperti diet atau kebiasaan semata.
2. Menahan Anggota Tubuh dari Maksiat
Selain menahan perut, kita juga harus menjaga lisan dari perkataan buruk, mata dari melihat hal yang haram, serta tangan dan kaki dari tindakan yang tidak diridai Allah.
3. Memperbanyak Amal Ibadah
Memperbanyak membaca Al-Qur'an, berzikir, berdoa, dan bersedekah agar puasa menjadi lebih bermakna.
4. Menjaga Akhlak dan Kesabaran
Saat berpuasa, kita harus lebih sabar dalam menghadapi ujian, termasuk saat menghadapi orang lain yang mungkin berbuat buruk kepada kita.
5. Menghidupkan Malam Ramadan
Memanfaatkan malam Ramadan dengan ibadah seperti salat tarawih, tahajud, dan doa agar semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Kesimpulan
Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga latihan spiritual untuk menahan hawa nafsu dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan yang buruk dan perbuatan yang keji, maka Allah tidak membutuhkan (puasa) darinya meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa hakikat puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk perilaku buruk yang dapat merusak nilai ibadah tersebut.
Meningkatkan Kualitas Puasa
Agar puasa kita benar-benar bernilai ibadah dan diterima oleh Allah, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:
1. Menjaga Niat
Niat harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, bukan karena alasan lain seperti diet atau kebiasaan semata.
2. Menahan Anggota Tubuh dari Maksiat
Selain menahan perut, kita juga harus menjaga lisan dari perkataan buruk, mata dari melihat hal yang haram, serta tangan dan kaki dari tindakan yang tidak diridai Allah.
3. Memperbanyak Amal Ibadah
Memperbanyak membaca Al-Qur'an, berzikir, berdoa, dan bersedekah agar puasa menjadi lebih bermakna.
4. Menjaga Akhlak dan Kesabaran
Saat berpuasa, kita harus lebih sabar dalam menghadapi ujian, termasuk saat menghadapi orang lain yang mungkin berbuat buruk kepada kita.
5. Menghidupkan Malam Ramadan
Memanfaatkan malam Ramadan dengan ibadah seperti salat tarawih, tahajud, dan doa agar semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Kesimpulan
Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga latihan spiritual untuk menahan hawa nafsu dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Orang yang benar-benar berpuasa adalah mereka yang mampu menjaga dirinya dari segala hal yang dapat mengurangi pahala puasa, baik dari segi perkataan maupun perbuatan.
Dengan memahami hakikat puasa yang sebenarnya, kita bisa menjalani ibadah ini dengan lebih baik, sehingga mendapatkan pahala yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Semoga kita termasuk golongan yang berpuasa dengan penuh kesadaran dan meraih keberkahan Ramadan. Aamiin.
Semoga kita termasuk golongan yang berpuasa dengan penuh kesadaran dan meraih keberkahan Ramadan. Aamiin.
(*)